Starberita - Kabanjahe, Dampak serangan hama lalat buah yang menyerang perkebunan jeruk di Karo, tidak hanya merusak citra dan kualitas produk jeruk itu sendiri, tapi juga mengganggu proses ekspor ke pasar luar negeri, ternyata sudah menjadi perhatian serius Menteri Pertanian RI.
Persoalan hama lalat buah di Tanah Karo harus sesegera mungkin diselesaikan. Eksistensi jeruk Karo yang lebih dikenal dengan “jeruk Berastagi” bukan hanya kepentingan bagi masyarakat Karo dan masyarakat Sumatera Utara saja, tapi juga merupakan kebutuhan skala karo nasional. Kalau jeruk Karo terserang lalat buah, bukan masyarakat petani jeruk saja yang rugi atau kecewa, tapi pihak Kementerian Pertanian juga “panas-dingin”.
Hal ini ditegaskan Direktur Perlindungan Hortikultura Deptan RI, Ir Soesilo MSi didampingi Kadis Pertanian Sumut, Ir M Roem S MSi dan Kadis Pertanian Karo, Agustoni Tarigan SP, kepada Bupati Karo, DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti, disela-sela meninjau kebun jeruk milik Warta Tarigan di desa Kacinambun, kebun jeruk milik Mimpin Ginting di desa Manuk Mulia, Kecamatan Tigapanah dan di perkebunan jeruk milik Daniel Ginting desa Sukamandi, Kecamatan Merek, Minggu (15/1).
“Kalau sudah berita-berita di koran menyebut hama lalat buah menyerang tanaman jeruk di Karo, Pak Menteri “panas-dingin”, Pak. Kenapa hama lalat buah itu tidak diselesaikan. Itu sangat mengganggu proses ekspor sayur-mayur dan buah kita. Pak Menteri terus mendesak kita agar masalah hama lalat buah ini terus kita tangani. Jeruk Karo bukan masalah UPT di Karo saja. Tapi jeruk Karo menjadi masalah UPT Internasional juga Pak,” tegas Soesilo.
Masalahnya bukan sebatas tingkat menteri saja, tapi kalau tidak segera diselesaikan akan menimbulkan image buruk di pasar internasional. "Niat kami adalah bagaimana lalat buah dapat diselesaikan dengan cara benar sesuai dengan apa jenis varitasnya, dan bagaimana menanganinya secara teknologi. Apa yang telah dilakukan selama ini, bagaimana dampaknya dan apa yang harus dilakukan, apa kendalanya. Mudah-amudahan dengan kerjasama ini dapat kita selesaikan dengan ramah lingkungan dan meningkatkan sekolah lapangan bagi petani,"tegasnya.
Informasi yang sampai ke Kementerian Pertanian, bahwa pihak Singapore meriject (menolak) ekspor buah atau sayur-mayur dari Tanah Karo dan dari Sumut pada umumnya, karena tingginya residu pestisida. "Karenanya, melalui program ramah lingkungan, produk pertanian dari Kabupaten Karo akan bebas dari pestisida dan dapat diekspor sekaligus dapat bersaing dengan buah impor, yang saat ini membanjiri pasar lokal. Potensi produk lokal harus kita benahi. Kita kembali ke back nature sebagaimana program dunia,"harap Soesilo sambil mengamati buah jeruk yang sebagian diserang hama lalat buah di perladangan Warta Tarigan didampingi Jainuddin Ginting, selaku Kepala Desa Kacinambun dan petani Peringeten Sembiring yang sempat berdialog dengan Soesilo.
Maju Mundur Kena
Sementara itu, Bupati Karo DR (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti, dalam sambutannya berterimakasih atas atensi pihak Menteri Pertanian yang disampaikan melalui Direktur Perlindungan Hortikultura dan pihak Dinas Pertanian Sumut. Menurut bupati, bahwa sebelum terjadinya serangan lalat buah jeruk, Tanah Karo tidak pernah merasakan krisis ekonomi, termasuk krisis moneter terjadi 1998 silam.
"Namun saat ini, petani Karo dalam kondisi terpuruk. Beragam penyakit menyerang tanaman, termasuk jeruk. Disisi lain harga selalu cepat berfluktuatif mengikuti selera pasar yang lebih sering merugikan petani. Faktor utama penyebab serangan lalat buah belum dapat diketahui secara pasti. Namun, penyebab lain diduga karena faktor kebersamaan petani membasmi serangan hama lalat buah juga belum terwujud. Selain itu, pengawasan masuknya pupuk dan beragam pestisida ke Kabupaten Karo perlu ditingkatkan,"jelasnya.
Ia menilai pupuk tertentu atau pestisida tertentu pas untuk suatu solusi mengobati suatu penyakit pada tanaman, ternyata malah menjadi lebih parah. Kadang petani membeli suatu pupuk untuk meningkatkan kesuburan suatu tanaman, ternyata setelah dipupuk, tanaman semakin gersang, layu dan mati. Kalau petani beli pupuk kompos dari daerah lain, belum jaminan 20 persen kandungan kompos asli. Jadi semua serba tak jelas. Petani sangat terpuruk. Tapi petani juga sulit dibimbing dan diarahkan.
"Tahun 2011, sekitar Rp1,250 milyar dianggarkan untuk penanganan serangan hama lalat buah secara massal. Nyatanya, banyak petani tidak melakukan. Bahkan menolak bila petugas melakukan pemasangan perangkap di perkebunan jeruknya. Jadi serba salah. Kalau pemerintah tidak memperhatikan, rakyat bilang pemerintah tidak perduli. Kalau kita lakukan pembasmian, rakyat (petani) tidak mengikuti. Jadi ini bagai kiasan, "maju-mundur kena", cetus Karo Jambi didampingi Agustoni Tarigan, SP mengakhiri.(RTA/andalas/MBB)
0 komentar:
Posting Komentar