Di negara beriklim tropis seperti Indonesia memiliki kekayaan alam berupa tumbuh-tumbuhan yang cukup melimpah. Salah satu tanaman itu adalah tanaman buah-buahan. Bagi sebagian orang yang tinggal di perkotaan mungkin tidak akan mengalami masalah pada saat panen buah-buahan tiba, karena jumlahnya sedikit, tetapi bagi pemilik kebun panen bisa menjadi berkah tetapi bisa juga masalah. Masalah jika panen berlimpah tetapi kesulitan menjual hasil panenan tersebut. Jika disimpan tidak tahan lama. Untuk mengatasi hal tersebut buah-buahan perlu diolah menjadi aneka makanan olahan seperti Keripik Buah dan Bubur buah atau puree buah. Dengan mengolah buah-buahan menjadi makanan olahan akan memberi nilai tambah dan buah-buahan menjadi tahan lama.
Bubur Buah Dalam KEmasan
Selain keuntungan tersebut, dalam bentuk bubur, buah-buahan menjadi lebih praktis dan mudah disimpan. Kepraktisan inilah yang membuat permintaan puree di dalam maupun luar negeri cukup besar. Bahkan, pasokan yang ada belum mencukupi, kondisi ini memberikan peluang bisnis bubur buah cukup terbuka.
Salah seorang yang telah merintis usaha dalam bisnis keripik buah adalah Sholeh BH Kurdi. Dengan bendera perusahaan CV Promindo Utama, ia sudah memproduksi bubur buah sejak tahun 2004. Promindo Utama sendiri adalah salah satu binaan pengusaha Departemen Pertanian. Promindo juga menjadi pilot project produsen bubur buah di Jawa Barat.
Awalnya, Sholeh hanya ingin menampung sisa panen mangga yang berlimpah di Cirebon. Sebab, buah ini tak dapat bertahan lama dan hanya berbuah di musimnya. Dalam bentuk bubur buah, produsen mangga bisa menyimpannya sampai tujuh bulan. “Bisa bertahan hingga musim panen mangga selanjutnya,” kata Sholeh.
Untuk membuat puree itu, Sholeh melumatkan buah dan menyaringnya hingga menjadi berbentuk seperti bubur. Ia lalu memproses bubur dengan mesin pasteurisasi sebelum mengemas dan menyimpannya. Dia biasa mengemas puree dalam kemasan botol ataupun jerigen.
Sholeh tak hanya membuat puree dari Mangga. Dia juga memproduksi puree jambu biji, sirsak, stroberi, lemon, dan puree nanas. Dia menjual hampir semua produknya dengan harga Rp 15.000 per liter. Cuma harga puree mangga gedong gincu dan stroberi yang berbeda, yakni Rp 20.000 per liter dan Rp 18.000 seliter.
Bubur Buah Markisa, Sumber Foto Indonetwork
Lain lagi dengan Sutomo meski sama-sama menekuni bisnis bubur buah seperti Sholeh, tetapi dia hanya khusus membuat puree buah markisa. Dengan perusahaan di bawah bendera PT Semesta Alam Petro, Sutomo melihat bisnis puree markisa memiliki pasar yang potensial. Kini ia tengah melayani pengiriman puree markisa untuk pasar Australia. Setiap tiga bulan sekali, dia mengirim 15 ton puree markisa ke Australia. Untuk pasar ekspor, Sutomo menjual puree markisa itu seharga US$ 1,9 per kilogram. Alhasil, Sutomo meraup omzet Rp 90 juta-Rp 100 juta saban bulan dengan margin keuntungan 30%.
Untuk melayani kebutuhan pasar lokal, Sutomo memproduksi puree markisa dalam bentuk sirup. Sirup tersebut terbuat dari sari markisa murni yang dipanaskan dan ditambah gula sebagai pengawet. Dia menjual sirup markisa ini di Jakarta dan Surabaya dengan harga grosir Rp 10.000 per botol ukuran 500 mililiter. Karena produk baru, Sutomo mengumpulkan omzet Rp 20 juta per bulan. “Marginnya sangat kecil, hanya sekitar 5%,” kata Sutomo.
Cara membuat bubur markisa sedikit berbeda, Sutomo mengambil daging markisa dan memisahkan bijinya. Lalu, dia membekukan air sari buah markisa. “Selanjutnya, terserah mau membuat sirup atau jadi bahan kue,” kata Sutomo.
Sutomo melihat prospek bisnis puree markisa sangat cerah khususnya untuk pasar manca negara. Pasokannya ke Australia itu hanya separuh dari permintaan pasar di sana. Adapun kebutuhan puree markisa di Eropa mencapai 120.000 ton setahun. Kebutuhan tersebut merupakan 30% total dari kebutuhan dunia.(Galeriukm).
Sumber:
http://weekend.kontan.co.id
0 komentar:
Posting Komentar